Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Banyumas, Fajar Tri Asih menyanyangkan hal tersebut. Menurutnya, undang-undang keperawatan tersebut sangat penting untuk kelangsungan perawat. Memang, lanjut dia saat ini perawat sudah dinaungi Permenkes namun keberadaannya masih kurang kuat.
“Kalau permenkes bisa dirubah dengan adanya Perbup, hingga posisinya belum kuat,” terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pengajuan STR yang dilakukan sejak 2011 hingga 2013 sebanyak 370 perawat saat ini masih belum terselesaikan. Saat ini pembuatan STR hampir selesai. “Kemarin saya kontak, katanya masih ditempeli foto. Memang jumlah yang sudah memiliki STR sama yang belum banyak yang sudah. Namun, jika belum terselesaikan kasihan juga,” jelasnya.
Dengan adanya Undang-Undang tersebut diharapkan bisa mempermudah perawat. Dikatakan dia, perawat sendiri mempunyai jumlah yang lebih besar dibanding dengan tenaga kesehatan lainnya seperti bidan maupun dokter. Saat ini, lanjut dia jumlah perawat yang sudah terdaftar sebanyak 2000 dan di Banyumas ada sekitar 3 ribu perawat. “Dari jumlah tersebut, tentu jauh dari jumlah tenaga lain seperti bidan dan juga dokter,” tambahnya.
Dia berharap agar pembuatan STR tersebut bisa sesegera mungkin dilakukan. “Semoga cepat selesai saja, saya rasa dua tahun itu terlalu lama,”harapnya.Terpisah sekjend Himpunan Perawat Medikal Bedah (HIPMEBI) provinsi Jawa Tengah, Ns Agus Winarto MKep, terkait undang-undang tersebut sudah masuk kedalam Program Legislasi Nasional (Polegnas) namun masih dalam pembahasan alot.
Hal tesebut cukup disayangkan karena undang-undang tersebut penting untuk perawat di Indonesia. Karena selain mengatur mengenai ijin praktek, layaknya undang-undang praktik kedokteran juga mengatur mengenai registrasi, uji kompetensi, standar kompetensi dan juga konsil.
Lebih lanjut dia mengatakan, undang-undang praktik keperawatan tersebut akan melindungi masyarakat dan juga menjamin masyarakat mendapat pelayanan yang berkualitas. Eko sangat menyayangkan, karena di negara-negara lain yang membutuhkan undang-undang tersebut adalah pemerintah. Namun, di Indonesia hal tersebut bersifat terbalik. “Malah kami yang mengusulkan sendiri ke pemerintah,” jelasnya.(ida/gus)