Tempe Telah Menjadi Bagian Masyarakat Desa Kami

Siapa yang tidak kenal dengan tempe mendoan, makanan ini sudah menjadi salah satu makanan khas masyarakat Kabupaten Banyumas. Makanan yang satu ini dapat dengan mudah didapatkan hampir diseluruh wilayah Kabupaten Banyumas. Makanan yang berbahan baku dari kedelai ini tidak bisa dilepaskan dari keseharian masyarakat. Dengan mudah kita dapat mencicipinya di warung-warung di sudut desa atau kampung. Disamping rasanya yang khas makanan ini juga memiliki daya pikat tersendiri sebagai cemilan saat minum kopi atau teh.

Bagi masyarakat Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas tempe mendoan juga merupakan makanan keseharian mereka. Untuk mendapatkan makanan yang satu ini masyarakat desa keniten tidak perlu bersusah-susah mendapatkannya. Karena di Desa Keniten terdapat beberapa warga yang berprofesi sebagai pengrajin tempe. Seperti yang selama ini telah menjadi pekerjaan rutin salah satu warga desa keniten. Adalah Sukidi Tiswan (55), warga Desa Keniten atau tepatnya yang bertempat tinggal di grumbul paduraksa RT 03 RW 04. Usaha yang dimulai dari tahun 1998 sampai dengan sekarang ini telah menjadi nadi perekonomian keluarganya. Hampir setiap hari suami dari Warsiti (52) dapat menghabiskan 13 kg kedelai untuk pembuatan tempe. “saya mulai usaha ini dari tahun 1998 dan setiap hari bisa menghabiskan sekitar 13 kg kedelai”, tuturnya.

Proses pembuatan tempe dimulai dari proses perebusan kedelai yang merupakan bahan bakunya, setelah kedelai matang kemudian kedelai dimasukan kedalam tong selama satu malam. Setelah itu kedelai dibersihkan dan diberi ragi tempe, kemudian dibungkus dengan daun pisang atau juga bisa menggunakan plastik. Setelah itu kedelai yang sudah terbungkus dengan rapi dibiarkan selama dua hari,Dan setelah itu tempe yang sudah jadi siap untuk dipasarkan. Ada tiga jenis tempe yang diproduksi yaitu tempe mendoan, tempe mintik, dan tempe serapah.

pembuatan tempe dengan bungkus plastik.
pembuatan tempe dengan bungkus plastik.

Selama ini pemasaran tempe masih bersifat lokal diwilayah sekitar Desa Keniten, dengan cara menjual kepada warung-warung pengecer. Dalam sehari kurang lebih 350 bungkus tempe mendoan, 25 tempe mintik dan 102 potong tempe serapah selalu habis terjual. Selama ini bahan baku yang digunakan masih menggunakan kedelai impor, dikarenakan kualitas kedelai lokal masih kurang bagus untuk bahan baku pembuatan tempe. Seperti diungkapkan oleh sukidi (55), “selama ini bahan baku yang digunakan masih menggunakan kedelai impor”.

Melihat potensi yang cukup bagus dari usaha ini, beberapa warga di sekitar tempat tinggalnya mulai mengikuti usahanya. Kurang lebih ada sekitar 7 orang yang sekarang berprofesi sama dengannya. Pada awalnya mereka hanya sekedar membantu proses pembuatan tempe ditempat Sukidi. Setelah mereka merasa mampu untuk membuatnya sendiri, mereka pun memulai usahanya sendiri. Walaupun produk yang dihasilkan kurang lebih sama tapi selama ini tidak ada persaingan diantara mereka, karena masing-masing pengrajin sudah memiliki langganan sendiri. Dan sekarang pun usaha ini telah menjadi penopang roda perekonomian mereka.

Lanjutkan dengan membaca artikel berikut :