Beberapa Pelajaran dari Orang Kaya

Sebagian besar orang kaya yang masuk dalam daftar Forbes baru-baru ini sudah berusia lanjut. Usia Pak Ciputra, Eyang Warren Buffet, dan beberapa orang lain sudah berkepala tujuh. Dan mereka tetap bersemangat menjalani kegiatan bisnis.

Dari hitungan usia, mereka juga sudah mengarungi perjalanan entrepreneurial yang panjang, berliku, dan keras. Terkadang nasib mereka menjulang, tapi sangat mungkin mereka merasakan getirnya hidup menjadi entrepreneur.

Melihat perjalanan mereka, ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik.

Semangat

Bahwa mereka sanggup untuk tetap aktif hingga usia selanjut itu, ini pertanda bahwa mereka punya semangat yang tidak kunjung padam. Mereka menikmati kegiatan bisnis. “Hobi saya bekerja,” begitu jawab Budi Hartono, salah satu orang kaya, ketika ditanya apa hobinya. Di dalam aktivitas bisnis, mereka menemukan passion—hati mereka ada di situ, sehingga bekerja bukanlah kewajiban, melainkan hobi yang menyenangkan.

Hidup mereka sudah makmur. Bila mereka tetap bekerja, penggeraknya niscaya bukanlah sejenis kerakusan, melainkan kecintaan akan apa yang mereka lakukan: mewujudkan gagasan, memberi lapangan pekerjaan, berbagi benefit kepada orang lain. Mereka menemukan makna di dalam bekerja dan menjadi entrepreneur.

Bila bukan karena kecintaan, apakah mereka akan terus bersemangat. Rasanya tidak. Mereka akan memilih ongkang-ongkang kaki menikmati bunga deposito, margin penjualan saham, deviden perusahaan tempat mereka berinvestasi, jalan-jalan, berpesta, dan seterusnya. Bill Gates dan Warren Buffet tergolong orang yang gemar beramal.

Mandiri

Sejak usia muda, Bill Gates memilih untuk menjalankan bisnis sendiri, bukan bekerja pada orang lain. Ia tinggalkan kampus dan memulai proyek komputasi yang menjadi cikal bakal Microsoft. Pak Ciputra juga memulai bisnis dari awal dengan membujuk Bang Ali Sadikin, Gubernur Jakarta waktu itu, agar pemerintah DKI mau berinvestasi dan membentuk perusahaan bersama.

Sedari awal, mereka sudah menggenggam nasib di tangan sendiri. Itu berarti mereka harus siap dan kemudian punya antusiasme untuk berurusan dengan banyak orang dan banyak hal. Mereka harus rajin membaca laporan keuangan, mengelola arus kas, mencermati kecenderungan untung dan rugi, mengatasi persoalan teknologi, berhadapan dengan karyawan, memeriksa tagihan, hingga menanggapi keluhan pelanggan.

Di tengah keterikatan kepada banyak orang itu, mereka punya semangat untuk mandiri. Dalam banyak hal, mulai dari mengambil keputusan hingga menanggung kesukaran ketika beban pekerjaan ataupun kewajiban/utang mulai menumpuk. Namun umumnya mereka mampu mengatasi kesukaran itu lantaran, antara lain, hasrat untuk mengikutsertakan orang lain. Mereka pada umumnya pintar menjalin hubungan (relationship) dengan investor, pemasok, distributor, pekerja, pelanggan, bahkan dengan pesaing tanpa kehilangan kemandirian. Menjalin hubungan dengan banyak orang juga merupakan cara untuk berbagi beban kesukaran.

Belajar dan Bertanggung jawab

Salah satu hal pokok yang membedakan seseorang ketika memilih bekerja pada orang lain atau bekerja mandiri ialah mindset (pola pikir), yang selanjutnya akan memengaruhi perilaku. Orang yang bekerja pada sebuah perusahaan akan merasa nyaman sebab setiap bulan memperoleh pendapatan yang teratur. Jam kerjanya juga teratur. Tugas mereka juga sudah ditetapkan batas-batasnya.

Sebagai pelaku bisnis, orang-orang kaya itu mungkin saja terbentur-bentur dengan berbagai persoalan: pasokan terlambat, piutang susah ditagih, kucuran kredit tak kunjung turun, dan banyak lagi. Belum tentu bahwa penyebab semua soal itu orang lain, bisa jadi diri sendiri.

Orang-orang kaya yang sudah banyak makan garam dalam berbisnis ini niscaya pernah berkali-kali terbentur kesukaran dan kesalahan. Steve Jobs (namanya, tentu saja, tidak masuk dalam daftar Forbes tahun ini) pernah gagal menjual Lisa, salah satu komputer yang ia andalkan tapi tidak dimaui pasar.

Jika kemudian mereka sukses, kuncinya ialah mereka mau mengambil mutiara dari kesalahan, bertanggung jawab, dan memperbaikinya. Mereka punya kebebasan untuk mencoba berbagai hal baru, melakukan kesalahan, tapi juga menikmatinya sebab dari situlah mereka menemukan keberhasilan.

Sekurang-kurangnya tiga pelajaran itu dapat dipetik dari pengalaman orang-orang kaya yang sebagian di antaranya bukan mengejar kekayaan semata. Mereka ingin hidup makmur dan memberi manfaat bagi banyak orang. *sumber*

Lanjutkan dengan membaca artikel berikut :