Saat Negara Mengemis Pada Belas Kasihan Google

Turki akhirnya memblokir Youtube. Situs berbagi video itu memuat pemerintah Recep Teyep Erdogan murka. Seseorang dengan akun anonim mengunggah rekaman yang memuat pembicaraan Kepala Intelejen dan Menteri Luar Negeri perihal rencana mereka menggelar operasi di Suriah. Ini bukan pertama kali Turki memblokir Youtube. Tujuh tahun lalu, Turki juga memblokirnya. Alasannya, Youtube memuat video yang menghina pendiri negara itu, Mustafa Kemal Aturk.

Turki sempat meminta data dan meminta Google menghapus video pembicaraan dua petinggi negara itu. Alasannya karena faktor keamanan. Namun Google juga tak langsung menurutinya, karena Google juga punya alasan: kebebasan berpendapat.

Menurut Laporan Transparansi Google, selama paruh pertama 2013 Turki memang makin garang dengan konten internet. Google menyebut menerima perintah pengadilan untuk menghapus hasil penelusuran apa pun yang tertaut ke informasi tentang pejabat politik dan skandal seks Turki. Namun ditolak. Pemerintah Turki juga meminta Google menghapus konten blog berisi tentang partai Kurdi, aktivis Kurdi, serta foto profil Google+ yang menampilkan peta Kurdistan. Idem, Google tetap menolak. Google juga menerima perintah pengadilan untuk menghapus blog yang diduga mencemarkan nama baik seorang jaksa dengan mengkritik kinerjanya. "Tapi kami tak menghapus blog tersebut,"tulis Google.


Tak semua permintaan ditolak, ada juga yang dipenuhi. Dari 1.126 permintaan Turki untuk menghapus total 1.345 item dari Blogger, Google+, dan mesin pencari yang dianggap melanggar Undang-Undang setempat, ada 188 item yang dihapus karena melanggar kebijakan produk Google. Pemerintah turki juga mengajukan 37 permintaan untuk menghapus 17 video di YouTube dan 109 entri blog berisi konten yang mengkritik Ataturk. "Kami hanya menghapus 10 video yang melanggar Pedoman Komunitas," tulis Google. Jumlah permintaan penghapusan konten dari Turki meningkat sebesar 966% dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya.

Turki adalah tukang komplain paling besar di antara semua negara. Semua permintaan negara-negara di dunia kepada Google meningkat. Jika dibanding permintaan sejak 2009, tahun lalu permintaan naik 120 persen. Permohonan juga datang dari kampung halaman Google, Amerika Serikat. Tentu ini permohonan resmi lewat pintu depan. Pemerintah Indonesia juga melayangkan keberatan atas 6 video di Youtube dengan alasan hak cipta. Namun tak digubris. Karena ternyata penyebabnya alergi kritik. Yang paling banyak dikeluhkan Indonesia adalah soal video terkait penghinaan agama; 40 item ari 49 item video di Youtube

Secara umum, permohonan paling besar memang datang dari negara. Terutama negara-negara berkembang. Umumnya mereka gerah oleh kritik, bocoran soal korupsi dan alasan subjektif versi pemerintah lokal. Namun alasan yang tak sesuai dengan prinsip Google tak dipenuhi. Jumlah permohonan dari negara melonjak tinggi Dibanding empat tahun lalu, permohonan sudah berlipat dua kali. Pada 2009, ada 12.539 permohonan. Tahun lalu sudah mencapai 27. 477

Melihat kenyataan ini, tampak banyak negara kedaulatannya mulai tergerus. Di satu sisi mereka berkuasa secara fisik, namun tak menguasai data warganya. Bahkan sekelas Amerika Serikat, tak bisa sepenuhnya menguasai data warganya. Mereka hanya bisa memohon pada Google. Saat Google tak memenuhi permohonan mereka,negara hanya bisa kalap. Salah satunya main blokir, seperti Turki.

Era keterbukaan harusnya sudah diadopsi sejak dekade lalu. Saat pemerintahan Indonesia mulai menjalani era reformasi. Saat itu, internet sudah memulai pertumbuhannya. Pemerintah harusnya juga memodifikasi tata kelolanya seiring dengan roda jaman. Kini, dengan internet, kini negara tak bisa seenaknya mengawasi warganya. Namun juga bisa berbalik, warga akan mengawasi kelakukan negara dan aparatnya. Warga, bisa menghimpun diri melalui internet dan melaporkannya ke komunitas global. Misalnya, kelakuan polisi lalu lintas yang memeras turis di Bali dengan mudah menyebar lewat Youtube. Video rekaman ini tersimpan di server Google. Dan Polri, dan lembaga negara lain tak bisa seenaknya sama Google. Harusnya, jaman ini aparat negara juga mulai sadar, bahwa warga mulai mengawasi mereka.

Tak hanya Google. Banyak data warga, hasil intaian mereka terhadap negara juga tersimpan di server Twitter, Facebook, Apple, Microsoft dan lainnya. Jika mental dan mindset negara ini tak berubah, kelak tak hanya memohon pada Google, tapi juga memohon pada perusahaan IT lainnya.

Sumber Penulis : Klik Disini

Lanjutkan dengan membaca artikel berikut :