Meski ini hanya simulasi, tak sedikit penduduk yang menolak dievakuasi. Mereka memilih bertahan karena menganggap letusan Gunung Slamet tidak akan melukai mereka. Pernyataan ini disampaikan para orang tua yang mengaku sudah mengalami letusan Gunung Slamet beberapa kali. Kesulitan lain yang kemudian terlihat dari simulasi ini ialah sempitnya jalur evakuasi.Tidak hanya mengangkut penduduk, aparat juga menggiring hewan ternak ke dalam truk.
Dengan begitu, penduduk tidak akan kembali ke rumah karena memikirkan peliharaan mereka sampai kondisi aman. TNI menjamin keamanan rumah penduduk selama mereka berada di pengungsian.Selain banyaknya penduduk yang masih menolak dievakuasi, medan jalan yang yang menanjak dan sempit membuat keberadaan warga lansia dan penduduk yang sakit menjadi kendala saat dilakukan evakuasi.
Kepala Desa Kutabawa Edi Suroso mengatakan, untuk wilayah Purbalingga, Dusun Bambangan Desa Kutabawa adalah dusun yang terdekat. “Di Dusun Bambangan ada 1.060 orang. Semoga simulasi ini bisa membuat masyarakat siap menghadapi kemungkinan terburuk,” tuturnya.
Dandim 0702 Purbalingga Letkol Inf Agustinus Sinaga mengatakan, saat ini status Gunung Slamet masih masuk dalam status Waspada. “Latihan evakuasi ini juga untuk menguji kesiapan satgas penanggulangan bencana, terkait kesiapan anggota yang terlibat dan untuk melihat kendala,” tuturnya.Dia menambahkan, setelah simulasi ini terlihat kondisi jalan yang sempit di jalan evakuasi ini menjadi hambatan. Dari simulasi ini nantinya bisa diantisipasi agar evakuasi berlangsung cepat dan masyarakat selamat.
Dandim mengatakan, wilayah Purbalingga dibagi dalam lima zona yang penanggulangan bencana Gunung slamet nantinya. Yakni Kecamatan Karangreja, Kecamatan Mrebet, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Bobotsari dan Kecamatan Kutasari. Nah, dari dari lima zona bencana gunung slamet ini ada 20 ribu orang lebih yang akan dievakuasi bila Gunung Slamet benar-benar meletusDi tempat terpisah, Paguyuban Kuda Lumping Banyumas (Pakumas) bersama 50 Dukun Ebek di Banyumas menggelar gebyagan ebeg di Lapangan Glempang, Kamis (13/3) malam. Pagelaran kali ini, disuguhkan bukan semata-mata untuk hiburan masyarakat, namun digelar sebagai ritual doa bersama untuk keselamatan Gunung Slamet yang akhi-akhir ini dalam status waspada.
Pertunjukan diperagakan oleh Ketua Pakumas, yakni Cueng Tatto. Dengan dikelilingi sekitar 50 dukun ebeg dari 27 kecamatan di Banyumas dan dikelilingi obor. Acara diselingi doa bersama dipimpin oleh Kyai Alimudin yang merupakan penasehat Pakumas. Pagelaran berlangsung hidmat meskipun diguyur hujan rintik.
Cueng Tatto mengatakan, sebagai Paguyuban Kuda Lumping di Banyumas, pagelaran Kuda Lumping kali ini hanya sebagai simbolisasi saja. Namun pada intinya kegiatan ini, bertujuan untuk memanjatkan doa bersama demi keselamatan Gunung Slamet yang akhir-akhir ini sedang dalam status waspada. “Pertunjukanya hanya simbol saja, tujuan utamanya doa bersama. Agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan keselamatan kepada kita semua,” ujar Cueng saat ditemu Radarmas, usai acara tersebut.
Sementara, doa bersama untuk keselamatan Gunung Slamet juga diadakan sejumlah warga di RT 1 RW 3 Kelurahan Pabuaran, Purwokerto Utara. Uniknya dalam doa bersama kali ini, setiap warga Pabuaran membawa jangan gandul (sayur pepaya) dan ndog blondo (telur bulat) untuk dimakan bersama.
Ketua RT 1 RW 3 Kelurahan Pabuaran, Suko Raharjo (56) mengatakan, acara ini digelar hanya untuk memanjatkan doa bersama kepada Allah SWT, agar Gunung Slamet yang dalam status waspada ini bisa kembali normal.
“Sekarang gunung Slamet sedang waspada, jadi memang kita semua perlu memanjatkan doa kepada Allah agar diberikan perlindungan dan keselamatan, dijauhkan dari segala musibah dan bencana, serta status Gunung Slamet semoga cepat kembali normal,” ujar Suko.Sementara, terkait sayur pepaya dan telur bulat, Suko mengatakan, itu hanya sebagai tradisi masyarakat Banyumas terdahulu saja, saat Gunung Slamet sedang menunjukan aktivitasnya