Disamping keberadaannya yang terbatas, pekerjaan yang ditawarkan di desa pun juga kebanyakan harus dilakukan dengan cukup berat namun tak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan. Menjadi buruh tani atau pun buruh yang lainnya, upahnya terkadang hanya cukup untuk makan sehari. Dan hari esoknya harus merasakan kebingungan lagi, karena belum tentu bisa mendapat pekerjaan lagi. Apakah kondisi seperti itu harus terulang terus menerus setiap hari, banyak orang yang pastinya lebih memilih untuk pergi dari desa dan mencari pekerjaan di tempat lain. Banyak orang dari desa yang berjubel sesak di kota-kota besar, memilih menjadi orang asing disana dengan daerah dan masyarakat yang tak mereka kenal. Tapi mau bagaimana lagi, daripada di desa hanya duduk termangu menjadi pengangguran.
Kondisi seperti itu yang dulu dirasakan oleh beberapa pemuda di Desa Keniten, merantau dengan harapan bisa memiliki perekonomian yang layak. Namun harapan tak selalu manis, karena mereka harus kembali ke desa dan kembali dengan pertanyaan yang sama ketika dulu mereka ingin pergi dari desa. Seperti diungkapkan wawan setiyono(27), ”dulu saya beberapa kali bolak-balik ke jakarta, tapi karena ternyata disana tak sesuai harapan akhirnya saya memilih kembali dan menetap di desa”.
Dan dengan pilihan untuk tetap menetap tinggal di desa, mencoba berdikari dengan kemampuan yang mereka miliki. Kini beberapa pemuda di Desa Keniten sedang merintis usaha kecil-kecilan. Ada yang membuat kerajinan sangkar burung, mencoba merintis budidaya ikan lele, menjadi penangkar bibit tanaman, dan juga beberapa pekerjaan lainnya.
wawan setiyono pemuda desa keniten yang merintis usaha kerajinan sangkar burung
wawan setiyono pemuda desa keniten yang merintis usaha kerajinan sangkar burung
Namun menjalankan sebuah usaha di desa bukanlah sesuatu yang mudah. Dengan minimnya alat dan modal yang dimiliki, ilmu atau keterampilan yang hanya didapat dari coba-coba karena melihat orang lain, dan juga kurangnya dorongan dari masyarakat atau pun pemerintah. Hingga membuat hasil yang mereka dapatkan pun masih sangat minim. Dan terkadang itu hanya bisa menjadi sebuah keluh kesah yang mereka rasakan. Hanya sebagai bahan cerita sesama teman, tanpa ada penyelesaian dan jawaban untuk banyaknya pertanyaan. Karena tak pernah tahu harus kemana mereka mengadu, harus kemana mereka bertanya. Seperti yang dituturkan oleh Wawan(27) yang sedang merintis usaha kerajinan sangkar burung, “sebenarnya usaha ini cukup menjanjikan tapi karena keterbatasan alat yang saya miliki, jadi hasilnya juga masih sangat minim”.
Kebiasaan pemerintah yang lebih memilih menarik investor besar-besaran, lalu mendirikan pabrik-pabrik di kota besar yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja. Telah membuat banyak orang kehilangan kecerdasan dan kreatifitas yang sebenarnya mereka miliki. Karena harus tunduk pada aturan kerja sebuah perusahaan yang telah banyak menyita waktu mereka. Sehingga rutinitas pekerjaan terkadang membuat mereka lupa dengan segalanya.