Belum terolah dan tertanganinya limbah secara maksimal dan melibatkan teknologi berpotensi menyebabkan sejumlah permasalahan pencemaran lingkungan. Baik pencemaran air dan udara di sektiarnya. Untuk itulah keberadaan pengolah limbah untuk mengatasi efek negatif dari produksi tepung rakyat ini sangat dibutuhkan.
Pengusaha tapioka Dusun Padawaras, Desa Gumelar Suwanto mengatakan, selama ini pembuangan limbah cair produksi tapioka hanya dilaksanakan seadanya. Para pengusaha biasa membuat lubang dengan tertentu dan saluran pembuangan limbah cair tahu sebelum teralirkan ke sungai.
“Makanya kami memang membutuhkan semacam instalasi pengolah limbah cair dari produksi tepung tapioka ini. Jika terolah menjadi sesuatu yang lebih berguna seperti biogas maka akan sangat membantu persoalan limbah,” katanya.
Kepala Desa Gumelar, Susilo Urip Suprapto mengatakan, potensi limbah tapioka menjadi biogas ini telah terbukti di Desa Samudra Kulon. Melalui instalasi pengolah limbah bantuan dari pemerintah, terbukti limbah cair tapioka dapat diubah menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar memasak.
“Sesuai dengan pengamatan kami, dari instalasi pengolah limbah yang ada ini telah mampu mengolah limbah cair tapioka menjadi biogas. Yang penting untuk mengisi bahan biogas ini harus konsisten dan teratur,” jelasnya.Dijelaskan oleh Suprapto, dengan jumlah potensi limbah untuk bahan baku biogas dari 29 tempat produksi tepung tapioka di Gumelar cukup melimpah.
Saat ini sebarang tempat produksi tapioka ini berada di Desa Gumelar, Samudra Kulon, Tlaga dan Samudra. Dengan variasi jumlah produksi tepung tapioka maka limbah yang dihasilkan juga melimpah.“Rata-rata perhari per pengusaha diolah singkong sebagai bahan baku sebesar 4-8 ton. Bahkan kalau sedang banyak bahan baku yang terolah mencapai 10-20 ton perhari. Bisa dibayangkan berapa limbah yang dihasillkan,” kata Suprapto yang juga pengusaha tepung tapioka